
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) telah menuai kontroversi, terutama terkait ketentuan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan amanat pendidikan nasional yang bertujuan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.
Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Utara (Kaltara) menilai kebijakan ini tidak sejalan dengan fungsi pendidikan nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, dan bertanggung jawab. Penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dianggap memberikan legitimasi terhadap budaya seks bebas di kalangan pelajar.
Aslan, Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Kaltara, menyatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan karakter dan moral peserta didik. “PP Nomor 28 Tahun 2024 kurang mempertimbangkan aspek pendidikan karakter yang sangat penting dalam mendidik generasi penerus bangsa,” ujarnya.
Pemuda Muhammadiyah Kaltara mendesak pemerintah segera melakukan revisi dan peninjauan ulang terhadap PP Nomor 28 Tahun 2024. Revisi ini diharapkan melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi keagamaan, ahli pendidikan, dan tokoh masyarakat. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap ketentuan yang diatur dalam PP ini sesuai dengan nilai-nilai moral, agama, dan amanat pendidikan nasional.
Selain itu, Pemuda Muhammadiyah Kaltara menekankan pentingnya memperkuat pendidikan karakter di sekolah-sekolah sebagai bagian dari kurikulum wajib. Pendidikan kesehatan juga harus disampaikan dengan pendekatan yang mengedepankan nilai-nilai agama dan budaya, serta membentuk karakter peserta didik yang bermoral dan beretika. Hal ini dianggap krusial untuk membentuk generasi yang kuat dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Penguatan posisi Pancasila sebagai ideologi bangsa juga ditekankan, dengan melibatkan peran orang tua, guru, dan murid dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Ini dianggap sebagai upaya penting untuk mencegah masuknya ideologi liberal dalam dunia pendidikan. “Kami mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama memastikan bahwa kebijakan yang dibuat tidak hanya mengutamakan aspek kesehatan, tetapi juga sejalan dengan upaya mencerdaskan dan membentuk karakter bangsa,” pungkas Aslan.