
Oleh : Agung Janumat Rifai
Tarakan yang dulu dibangun atas cita-cita kesejahteraan bersama, kini mulai tersesat di tangan elite yang mementingkan diri sendiri. Sehingga tujuan pesan ini mengajak kita kembali sadar, bahwa kota ini harus diperjuangkan, bukan dijual pada kepentingan sesaat.
Tarakan bukan sekadar nama di peta. Ia adalah rumah tempat kita tumbuh, mengenal dunia, dan menanam harapan. Di balik ukurannya yang kecil dan jalannya yang bisa dilintasi dalam hitungan jam, Tarakan menyimpan banyak cerita, tawa, harapan, bahkan air mata. Kota ini menjadi saksi bagaimana keberagaman hidup berdampingan demi satu tujuan: kesejahteraan bersama.
Dulu, Tarakan adalah tempat singgah, tenang, teduh, dan nyaman. Meski sempat dijejak kekuasaan asing, ia tidak pernah kehilangan jati dirinya. Tarakan tetap menjadi atap bagi mereka yang mencari ketenteraman.
Namun hari ini, kita perlu bertanya: apakah kita sungguh merdeka hidup di kota ini?
Seringkali kita menyamakan kemerdekaan dengan kebebasan sebebas-bebasnya. Padahal, kemerdekaan adalah perjuangan. Ia bukan hanya tentang pembebasan dari penjajahan fisik, tapi juga dari ketidakadilan, dari ketergantungan, dari keterbelakangan. Ia adalah upaya hidup dengan bermartabat dan menjunjung nilai keadilan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk semua warga Tarakan.
Tarakan bukan kota miskin. Ia kaya. Lautnya, tanahnya, bahkan udara kita menyimpan potensi yang besar. Namun potensi itu justru lebih banyak dinikmati oleh pihak luar. Kita sering kali hanya jadi penonton di tanah sendiri. Kekayaan alam mengalir keluar, sementara warga masih bergelut dengan kemiskinan dan keterbatasan akses.
Kita tidak kekurangan orang pintar. Yang kita kekurangan adalah keberanian. Keberanian untuk berkata tidak pada sistem yang tidak adil, keberanian untuk melawan kepentingan sempit, keberanian untuk membawa perubahan nyata.
Yang lebih menyedihkan, kita terkadang tidak sadar telah menjadi bagian dari permainan yang dibuat oleh segelintir orang. Mereka hadir dengan wajah ramah, menjanjikan kemudahan, tapi perlahan-lahan menghilangkan daya juang kita. Kita dibuat nyaman agar lupa bahwa kita belum sungguh-sungguh merdeka.
Sudah saatnya kita bangun. Tarakan harus merdeka. Bukan hanya merdeka secara administratif, tetapi juga secara mental dan struktural. Kita harus merdeka dalam berpikir, merdeka dalam memilih jalan pembangunan, dan merdeka dalam menentukan masa depan kita sendiri.
Kemerdekaan Tarakan adalah kemerdekaan warganya untuk hidup layak, untuk didengar aspirasinya, dan untuk memiliki akses atas sumber daya yang ada di sekelilingnya. Kita perlu menjaga ciri khas kota ini sebagai kota yang damai, sederhana, tapi penuh semangat. Jangan biarkan cita-cita para pendahulu kita terkubur oleh praktik-praktik yang hanya mementingkan kelompok tertentu.
Tarakan tidak butuh basa-basi pembangunan. Yang dibutuhkan adalah arah jelas, pemulihan jati diri, dan keberanian untuk melangkah. Tarakan harus bangkit, dengan semangat kolektif, agar tidak terus terjebak dalam lingkaran keterpurukan.
Tarakan harus merdeka. Merdeka dari ketergantungan, dari kemiskinan yang dibiarkan, dan dari kepemimpinan yang hanya mementingkan pencitraan. Kini waktunya warga Tarakan menentukan jalan sendiri menuju peradaban yang lebih adil, mandiri, dan membanggakan.