
Oleh : H. Ahmad Junaedi, S.E., M.M., Ak., CPMA., CISHR., CICR., CIRBD.
Alumni SMK Negeri 1 Tanjung Selor, Mahasiswa Magister Akuntansi UPN Veteran Yogyakarta dan Kandidat Doktor Ilmu Manajemen & Entrepreneurship, Universitas Ciputra Surabaya
Transformasi digital bukan lagi sekadar jargon, melainkan kebutuhan mendesak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Di Kalimantan Utara, provinsi termuda dan dengan potensi alam melimpah, kemajuan teknologi informasi (TI) sudah mulai nampak. Namun, pertanyaan besar yang perlu dijawab adalah: apakah masyarakatnya sudah benar-benar siap untuk ‘bermain’ di dunia digital?
Infrastruktur digital sudah menyentuh sebagian besar penduduk
Berdasarkan data Statistik Telekomunikasi Indonesia 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS), penetrasi internet di Kalimantan Utara, dilihat dari persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir mencapai sekitar 77,03%, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 69,21%. Artinya, dari sisi akses fisik, provinsi ini sudah cukup maju.
Namun angka tersebut belum tentu berarti kualitas pemanfaatan yang optimal. Sinyal kuat tidak selamanya diiringi kecakapan digital yang mumpuni. Banyak penduduk terutama di kawasan pedesaan masih menggunakan internet hanya untuk kebutuhan komunikasi dan hiburan sederhana, tanpa keterampilan digital yang dapat membuka peluang ekonomi baru.
Literasi digital: kunci mengubah akses jadi peluang
Menurut Indeks Literasi Digital Indonesia 2022 yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), skor nasional literasi digital berada di angka 3,54 (dari skala 5) dengan kategori sedang. Khusus untuk Kalimantan Utara, skor literasi digital tercatat sedikit lebih tinggi, yakni 3,57, yang menunjukkan potensi yang baik. Meski demikian, tantangan tetap ada terutama dalam aspek pemahaman etika digital, keamanan siber, dan pemanfaatan teknologi secara produktif agar akses yang ada dapat benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Literasi digital mencakup empat dimensi penting: kecakapan teknologi, keamanan digital, budaya digital, dan hak-hak digital. Tanpa penguasaan keempat aspek ini, masyarakat hanya menjadi konsumen pasif dan mudah terjebak dalam jebakan hoaks, penipuan online, serta ketergantungan teknologi tanpa hasil yang nyata.
Risiko besar bila kesenjangan digital tidak diatasi
Ketertinggalan literasi digital bisa menimbulkan dampak serius, antara lain:
- UMKM lokal sulit naik kelas dan bersaing di pasar digital.
- Pemuda kehilangan kesempatan berkarir di sektor teknologi.
- Pemerintah daerah gagal memaksimalkan e-governance untuk pelayanan yang lebih efektif.
- Investasi digital dan startup jarang melirik Kalimantan Utara sebagai pasar potensial.
Strategi Membangun Literasi Digital di Kalimantan Utara
Untuk mengatasi tantangan ini, Kalimantan Utara perlu mengembangkan strategi literasi digital yang menyentuh berbagai lapisan masyarakat, dengan langkah konkret, diantaranya:
- Integrasi literasi digital ke pendidikan formal
Kurikulum SMK, yang memang didesain untuk meluluskan alumni yang siap kerja, atau bahkan mulai sekolah dasar, harus memasukkan modul literasi digital yang praktis dan kontekstual. Hal ini tentunya akan menyiapkan generasi muda yang siap menghadapi revolusi industri 4.0.
- Pelatihan berbasis komunitas dan UMKM
Pemerintah dan swasta harus menggandeng komunitas lokal dalam pelatihan literasi digital untuk pengusaha mikro dan kecil, petani, nelayan, serta pelaku ekonomi kreatif. Pelatihan ini harus fokus pada aplikasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan pemasaran.
- Kerjasama dengan platform digital
Pemerintah daerah dapat berkolaborasi dengan perusahaan teknologi seperti Google, Tokopedia, dan Gojek untuk memperluas program edukasi digital dan inklusi keuangan berbasis digital.
- Pengembangan konten lokal
Konten edukasi digital perlu disesuaikan dengan bahasa daerah dan budaya lokal agar lebih mudah diterima dan dipahami masyarakat.
Kesimpulan
Kalimantan Utara memiliki modal infrastruktur yang cukup baik untuk mendukung transformasi digital. Namun, tanpa investasi serius dalam literasi digital, infrastruktur ini hanya akan menjadi ‘jalan tanpa tujuan’. Masyarakat harus dibekali kemampuan agar bisa memanfaatkan teknologi untuk memperbaiki kualitas hidup, memperluas lapangan kerja, dan mendorong inovasi lokal.
Sebagai alumni SMK N 1 Tanjung Selor, saya percaya perubahan ini harus dimulai dari dalam. Kita harus berani bergerak, berani belajar, dan berani berinovasi, supaya Kalimantan Utara tidak sekadar menjadi pengguna teknologi, tapi juga pencipta masa depan digitalnya sendiri.
Tentang Penulis: Ahmad Junaedi adalah alumni SMK Negeri 1 Tanjung Selor dan kandidat doktor di bidang Ilmu Manajemen dan Entrepreneurship, Universitas Ciputra Surabaya. Aktif dalam kajian kewirausahaan, keberlanjutan dan pengembangan SDM vokasi. (aj)